Sunday, November 25, 2018

Jangan Sampai ke Baitullah Tak Jumpa Allah




Ust. Bachtiar Nasir | JANGAN SAMPAI KE BAITULLAH TAK JUMPA ALLAH


“A’udzu billahi minasy syaithooni minasy syaithonir rojiim, "Wa adz-dzin fiinnaasi bil hajji ya`tuuka rijaaalan wa'alaa kulli dhaamirin ya`tiina min kulli fajjin 'amiiin, Dan panggilah manusia untuk berhaji". Ayat ini terkait peristiwa setelah selesainya Ibrahim as bersama putranya Ismail as membangun Kabbah. Jadi ayah dan anak, yang sama-sama bahu membahu membangun Kabbah. Tapi kemudian Ibrahim sang ayah diperintahkan Allah Azaa wa jal untuk menyeru manusia berdatangan ke Mekkah. Situasi ini tidak mudah bagi Ibrahim karena tempat yang akan dituju ini bukanlah sebuah tempat rekreasi yang dengan mudah orang bisa mengunjunginya. Jadi kalau para jamaah haji tahun 40an misalnya atau 50an itu memang masih sering diadzanin sebelum berangkat ya karena seringkali nggak balik, dengan resikonya di jalanan dulu katanya masih banyak penyamun di tengah jalan, banyak perampok di tengah jalan.

Dan suasana pada masa itu Saudi Arabia lagi miskin-miskinnya belum dapat minyak kan? Dapat minyak kan nanti di zaman raja Faisal, walau minyak bukanlah solusi. Kekayaan yang diberkahi adalah kekayaan yang bisa dinikmati oleh orang miskin sebanyak-sebanyaknya nah di Arab masih banyak orang miskinnya. Sementara jaman Umar bin Abdul Aziz 2,5 tahun Umar bin Abdul Aziz memimpin jazirah Arab pada masa itu, 2,5 tahun tuh zakatnya dipegang keliling kampung dari satu kampung ke kampung nggak dapat siapa yang berhak menerima zakat. Artinya apa? Makmur, padahal belum ada minyak.

Ibrahim diperintahkan untuk panggil manusia datang dengan semua resikonya, diantara resikonya adalah tidak ada sarana komunikasi untuk memanggilnya, "Wa adz-dzin fiinnaasi bil hajji". Ibrahim sempat bertanya kepada Tuhannya, 'Tuhan gimana cara saya manggil manusia datang ke sini Tuhan'? Padahal ini udah perintah Allah, yang namanya perintah Allah kan harusnya nggak usah bertanya kan? Pasti bener kan? Tetapi pertanyaan Ibrahim ini menjadi rasional dan diperbolehkan karena untuk memuaskan rasio dan itu tabiat manusia. Tabiat manusia itu lemah, hanya mau mempercayai kalau sesuatu itu masuk akal. Kalau nggak masuk akal, nggak bisa menerima kebenaran, gitu kan?

Kalau begitu lemah atau kuat manusia? Penting memahami ini, kita akan berjalan menjumpai Allah, di sini kita berada diantara dua misteri, 'misteri rasio yang memuaskan dan terukur dan yang kedua misteri wahyu yang tidak terlihat dan susah diukur'. Jadi perjalanan kita sebetulnya perjalanan keseimbangan diantara dua misteri ini, ini barangkali nilai yang ingin saya tanamkan di manasik kali ini. Bahayanya manusia itu hanya mau menerima kebenaran kalau kebenaran itu masuk akal, sementara akal ini menerima karena kausalitas sebab dan akibat. Ini otak nih tidak bisa menerima kebenaran sebagai akibat kalau tidak jelas sebabnya dan ini yang menentukan kualitas haji kita masing-masing nanti. Kualitas umroh kita ditentukan oleh cara pandang ini.

Nanti yang bertauhid dengan yang aneh-aneh di Masjisil Haram juga kelihatan dari sini. Saya pernah dibimbing oleh seseorang diajakin, saya kira mau diajakin ke Hajar Aswad atau ke Multazam ternyata diajakinnya liat tiang, tiang masjidil haram. Karena saya ingin tahu cara berpikirnya si bapak, saya ikutin ternyata diperlihatkan tiang masjisil haram yang marmernya kemerah2an, katanya di tiang itu ada kelebihan-kelebihan sendiri dan semua keajaiban supranaturalnya padahal yang menjadi pusat tujuan kita sebenarnya adalah Kabbahnya itu dengan semua sisi-sisinya

Jadi perjalanan kita ke tanah suci ini adalah perjalanan kita menjumpai Allah SWT di Baitullah, seperti Ibrahim diperintahkan oleh Allah untuk memanggil manusia ke tanah suci. Awalnya Ibrahim sendiri masih ngeblang, 'Allah, gimana caranya saya panggil manusia ke sini, sarana komunikasinya nggak ada? sementara kesadaran harus saya tanamkan kepada orang yang saya panggil supaya saya datang ke sini. Secara hukum kausalitas yang namanya orang itu mau datang kan kalau ada ketertarikan, sementara gimana orang mau datang ke mekkah Tuhan,  kesadaran dari masyarakat yang mau saya panggil nggak ada, relasi saya dengan mereka juga tidak terbangun celakanya sarana komunikasinya juga tidak ada.

"Wa adz-dzin fiinnaasi bil hajji", Akhirnya allah puaskan Ibrahim dengan kata-kata yang kedua, "ya`tuuka rijaaalan wa 'alaa kulli dhaamirin ya`tiina min kulli fajjin 'amiiin, panggil saja, niscaya mereka akan datang dari negeri yang jauh meski harus jalan kaki dan mesti hingga kurus kering onta mereka". Kenyataannya memang begitu, banyak lo jamaah haji yang berjalan kaki dari timur tengah. Yang tinggalnya boro-boro dapat hotel bisa diemperan aja kemudian gantung gembolannya di maajid nabawi itu udah syukur yang penting dapat visa bisa jalan. Makanya kalau ada haji akbar itu mendadak penuh itu musim haji, sehingga jalan kakipun merrka jalani orang dari saan. Tapi kalau dari indonesia nggak mungkin kalau jalan kaki, terlalu bangak lautan yang harus disebrangi.

Sampai sejauh itu Ibrahim as juga belum terpuaskan logikanya, kok bisa ya dari negeri yang jauh, jalan kaki bahkan kurus kering ontanya mau datang ke sini. Sama dengan kita juga sebenarnya, iya juga ya, kita udah berkali-kali kok mau datang kesana ya. Pasti punya motif yang beda-beda satu sama lain, pada titik tertentu memang kita akan mencapai sesuatu. Ibrahim as juga mengalami proses berpikir itu, proses spiritualitas seperti itu. Sampai Allah perlu yakinkan dia kode operasinya "ya`tuuka rijaaalan wa 'alaa kulli dhaamirin ya`tiina min kulli fajjin 'amiin"

Ibrahim tadi kan komplainnya, apa iya mau datang ke sini, alag komunikasinya kagak ada, awareness aja mereka belum punya kok mau datang ke sini. Ini sebenarnya juga saya sedang memancing bapak/ibu untuk mencari alasan, apa alasannya mau pergi ke sana? Karena itu akan menjadi dasar niat, besar kecilnya niat akan menentukan perolehan pulangnya. Ini kewajiban saya di sini. Khawatirnya ada traveling terselubung, khawatirnya ada perasaan-perasaan permukaan yang didukung dana yang cukup dan waktu yang luang berangkat aja daripada...

Saya ingin agar ini, yang permukaan-permukaan ini macam-macam motifnya. Dulu waktu saya masih jomblo motif pertama Umroh itu sih jodoh, itu subyeknya. Sementara orang tuanya mencari jodoh buat anaknya.
...

12.20

No comments:

Post a Comment

Hukum Pinjam Uang dibank Buat Naik Haji

Hukum Pinjam Uang dibank Buat Naik Haji - Ustadz Abdul Somad Lc MA Tanya Ustadz, bagaimana hukum meminjam uang di bank untuk b...